Sabtu, 25 Januari 2014

Penggalan Kisah dari Amerika

Hari ini, Amerika sedang libur Martin Luther King Day, 21st January. Sekilas, tidak ada yang istimewa di Santa Cruz, kota kecil yang kini tempatku bermukim sementara di negeri Paman Sam. Hari berjalan seperti biasa. Hanya saja berbagai toko dan mall turut andil merayakan peringatan memorial day Martin Luther King dengan diskon hingga 75 % .

sudut kota Santa Ceuz, california, USA

Sejak pertama tiba,  kota ini nyaris hujan setiap pagi. Memang, Desember hingga Februari adalah musim dingin (winter season) di Amerika. Meski hujan gerimis turun seakan tak pernah lelah, aku memutuskan untuk keluar dengan keluarga baruku di sini (host family). Cuaca telah berada di titik 3 derajat Celcius. Hal ini turut membawa dingin menusuk-nusuk kulit. Jangan bayangkan betapa gigilnya tubuh tertimpa angin musim dingin. Konon, di Negara Bagian California, angin memiliki serupa sifat terdingin yang melegenda. Banyak warga Amerika yang mengatakan bahwa angin di California sangat dingin meski di musim panas.Jadi, bisa bergidik sendiri bukan jika angin itu bertiup di musim dingin?.

Mengendarai sedan abu-abu bermerk Audy (sebenarnya, saya sangat canggung naik mobil mahal) kami keliling kota. Sang mama baruku ( Linda) mengatakan, akan mengantarkan saya mengunjungi laboratorium binatang di University Of California SC (kampusku) yang sudah dibuka untuk publik. Katanya, kita bisa lihat rangka asli reptil zaman dinosaurus. Sebagai anak angkat yang baik dan sebagiannya diakibatkan rasa canggung menduduki jok kulit sedan itu, saya hanya menganguk-ngangguk. Di perempatan jalan yang tidak terlalu ramai, terlihat dua orang warga negara AS berkulit hitam, sedang berdiri seraya memasang poster besar sang legenda yang tengah dikenang sehari. Semalam di dalam lift University Inn,  apartement tempat ku tinggal, juga terpampang dengan selembar karton besar pidato Martin Luther, yang fenomenal, judulnya I have A Dream. Bagi saya, Amerika di mata warga negaranya sendiri adalah negeri para imigran.

seandainya sy bisa bawa ini pulang ke Indonesia


ini fosil reptil dari zama purba.
                            
Masih dalam sedan Audy abu-abu yang membuat canggung, Mami Linda sibuk nyetir sembari berbicara tentang banyak hal, seperti tentang kebiasaan sarapan dalam keluarganya, kesibukan sang anak bungsu di sekolah , aktivitas melukis dan suaminya yang bekerja di Intel Coorporation. Sebagian bisa kusimak dengan baik namun banyak hal yang terlewat begitu saja. Sebab,kemampuan Bahasa Inggris penutur (native) memang sangat rendah, sebab lainnya karena telinga baru beradaptasi dengan kecepatan berbicara orang Amerika yang sangat cepat, ekspresif, dan melompat-lompat temanya. Saya jadi bingung sendiri, indra mana yang harus dipasang maksimal terlebih dahulu, apakah mata yang harus melotot bengong melihat ekpresi wajah mereka saat berbicara, ataukah telinga yang harus peka menangkap bahasa slang, gerund, dll. Keputusannya, saya PUTUS ASA. Tak ada indra yang bisa maksimal diajak kompromi karena seluruh diri mulai dari otot, sel, tulang kaki hingga bulu hidung, semua tengah mengalamai gegar budaya yang hebat (bisa jadi krn dinginnya cuaca), bahasa kerennya culture shock.

anak hilang yang heboh sendiri

Supaya tidak terlalu terlihat depresi pada diri sendiri, maka saya sibuk memandangi sudut-sudut kota Santa Cruz. Tak begitu perduli lagi pada perihal apa yang di bicarakan Mami Linda. Kubiarkan ia mengoceh sendirian sembari sesekali bergumam oh-I see- yeah, well.  Lalu, saya sibuk membuka berbagai lembaran tentang kampus University of California dalam sebuah map file berwarna kuning. Aih, ada yang menarik di sana. Tentang kampus ini yang berkomitmen tinggi pada kemanusiaan. Lalu cerdas menyuarakannya sekaligus  mengukuhkan komitmen itu pada setiap orang, utamanya mahasiswa baru yang akan menapaki jalan akademiknya di sana. Dalam menyambut keluarga baru dalam lingkungan global mahasiswa di kampus yang reputasinya tak main-main dalam  penelitian tentang biologi lingkungan dan teknologi luar angkasa ini, pihak pengelola kampus (semacam rektorat) menyisipkan stiker di bawah ini .

                                                  Ini nih yang bikin saya merasa diperhatikan sbagi mahasiswa


"No Discrimination..No Harassment". Bukan hanya itu..di kampus ini. Segala konsultasi dan pelayanan mahasiswa (student service) dan kebijakan terkait hal itu tersaji lengkap. Contoh kasus, ketika kamu diperkosa (alamak,amit amit deh) atau mendapatkan pelecehan seksual atau tindakan yang melanggar SARA, maka tempat melapor dan konseling telah tertulis dengan lengkap beserta peta dan alamatnya. bahkan, tertulis pula informasi dimana mahasiswa harus membeli makanan, kafe, membeli tiket bus, hingga dokter-dokter yang berafiliasi dengan kampus, yang siap sedia melayani mahasiswa setiap saat dengan gratis karena pakai asuransi. (karena berhubung ada dokter muda nan kece, jadilah saya selalu rajin mengeluh sakit kepala dan konsul ke dokter itu, padahal cuci mata -tolong abaikan ini))


wajah lugu hari pertama kuliah. kenalkan, saya Nida dari Makassar

Aku jadi ingat, kasus pelecehan yang menimpa mahasiswi UNHAS sejurusanku sesaat sebelum saya ke Amerika ini. Entah bagaimana kampus bereaksi dan bersikap.Yang jelas,kasus itu tak selesai dan korban kemungkinan tak didampingi proses konseling oleh konsuler profesional hingga aku bertandang ke negeri Obama ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar