Sabtu, 16 Juli 2022

Payung Kesehatan di Perbatasan Negara

 

sumber : dokumentasi pribadi

Ini kisah tentang seorang perempuan biasa dari ujung beranda negeri. Kisah kecil yang  menjadi jalan cahaya bagi banyak orang. Remahan kisah ini terus hidup dan bersarang di hati mereka yang tahu rasanya hidup dalam keterbatasan, namun tetap setia membangun jaring-jaring harapan, khususnya kesehatan keluarga dan tetangga dekat mereka. Yah, kisah ini adalah kisah kader kesehatan yang bertarung di laju zaman digital.

Namanya Ibu Lusia. Seorang perempuan yang setia menjadi kader kesehatan selama satu dekade lebih. Sehari-hari, dia hidup dengan berkebun buah cempedak, bersama suami dan lima orang anaknya. Ibu Lusia, adalah wujud Kartini masa kini. Dia mewakili sisi Kartini yang berdaya dan berjuang bagi perubahan yang lebih baik untuk anak manusia. Dengan bekal tekad besar, semangat baja dan dua tungkai kaki, ibu Lusia menebas semak belukar jalan terjal perjuangan mengangkat derajat kesehatan bayi, balita dan kaum perempuan di desanya. Ia tidak sekolah tinggi, hanya mampu menyelesaikan Sekolah Dasar. Namun ia tekun belajar dan memiliki rasa ingin tahu yang besar. Ia terus memupuk kesadaran akan pentingnya wawasan baru untuk membawa Posyandu yang dipimpinnya tumbuh menjadi muara kebaikan bagi luapan aliran harapan sehat masyarakat. Ia yang tulus, tak pernah mundur untuk berlatih. Dan hebatnya, ia selalu membuka diri, bahwa usia dan keterbatasan bukanlah halangan untuk terus belajar.

Ia adalah pejuang akar rumput kesehatan bagi ibu dan anak. Setiap bulan, ia memimpin pelayanan posyandu di desanya. Namanya, Posyandu Buai Sayang. Sesuai nama posyandu itu, Ibu Lusia dan kawan-kawan kader lainnya berharap bahwa posyandu itu menjadi mercusuar kasih sayang bagi setiap anak, ibu dan keluarga di desa mereka.

Batas- Batas Yang Ditebas Internet

Konon katanya, di era digital hanya internetlah yang mampu melampaui kecepatan cahaya. Bagi kami di Nunukan, Kalimantan Utara, hal ini benar adanya. Internet lebih setia menyapa dibanding cahaya listrik yang masih mati menyala berkala. Hebatnya lagi, internet begitu mudah merangkul berbagai pengguna dengan berbagai kalangan. Tak terkecuali ibu Lusia. Seorang ibu paruh baya, yang menjelang usia 40-an. Bermodal telepon selular pintar yang biasa saja, ia menikmati jangkauan internet IndiHome tanpa batas, yang disediakan oleh Telkom Indonesia sebagi satu-satunya jaringan internetnya Indonesia yang tercepat dan tersedia gratis di kantor desa.

Dari beranda negeri, internetnya Indonesia hadir menemani untuk  bertumbuh setiap hari. Tapi tidak berhenti di sana, manfaat internet telah menjadi sumbu yang menyalakan api perubahan dengan setia. Dengan internet baiknya Indonesia, kami menyemai cita-cita bersama, membawa misi besar bagi Posyandu kecil ini, dari posyandu biasa menjadi sebuah posyandu wisata.   Istilah canggihnya, kami melakukan transformasi kesehatan yang ditopang internetnya Indonesia, sebagai penyedia buku gital dan sumber pengetahuan yang tidak berbatas. Tentu saja, dengan keajaiban internet, sebagai wadah yang menyajikan berbagai informasi di ranah digital, kami berdua terus berselancar mencari ide-ide Posyandu Wisata yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Semua informasi itu nantinya, akan kami ramu sedemikian rupa untuk menghasilkan rumusan baru kami sendiri, tentang sebuah Posyandu Wisata yang memanfaatkan potensi lokal, pangan dan wisata desa, untuk menarik lebih banyak pengunjung ke depannya.  

Belajar itu, hanya langit batasnya, Bu Lusia. “.

Demikian kataku di sebuah sore yang mendung di pekarangan Posyandu Buai Sayang, seusai kami menanam Sereh Merah Wangi di sekitar area posyandu ini di Desa Binusan. Kalimat ini ia sambut dengan tersenyum, lalu berkata,

 “ Siap ibu, ayo kita mulai bergerak bersama.”

 Di posyandu inilah kami bertemu dan menautkan perjalanan perubahan bersama-sama. Saya yang hadir sebagai fasilitator dan petugas kesehatan Keluarga Berencana (KB) di Posyandu, dibuat terpukau dengan aliran semangat ibu Lusia dan timnya yakni ibu-ibu kader Posyandu Buai Sayang. Semangat mereka ini menular dan membuat rasa optimis terus menyala.  

Pendekatan konsep posyandu wisata kami pilih sebagai terobosan karena letak posyandu ini di sebuah bukit yang indah, yang dikelilingi hijaunya lembah Desa Binusan. Suasana adem dan hijau ini, kami yakini sebagai modal dasar sekaligus titik utama pengembangan konsep posyandu wisata untuk warga desa. Di daerah yang banyak dihuni oleh anak-anak kecil yang terbiasa hidup bersama alam ini, serta banyak orang tua muda yang pernah merantau sebagai tenaga kerja perkebunan sawit di negeri tetangga, kami ingin menjadikan posyandu ini ramah dan dekat dengan identitas budaya masyarakat. Karena itulah, posyandu wisata ini kami perjuangkan dari nol hingga berkembang pelan-pelan. Kami berkeinginan agar  anak-anak kecil bermain di posyandu dengan nyaman, serta ibu-ibu menjadikan posyandu sebagai rumah yang hangat untuk berkumpul dan bercerita.

Dengan pendekatan baru ini, kami percaya, perlahan tapi pasti, jumlah kunjungan akan meningkat setiap bulannya. Selain itu, masyarakat akan pelan-pelan menjadi sehat karena dengan berkunjung ke posyandu, maka mereka akan terpapar banyak pesan-pesan kesehatan dari kader dan petugas. Melalui posyandu wisata, kami ingin membumikan gagasan bahwa mencegah lebih baik daripada mengobati. Selain itu, kami kenalkan konsep bahwa hidup sehat itu tak harus mahal, ia bisa kita peroleh dengan mudah dan murah, yang penting kita paham caranya. Karena itulah, di posyandu wisata ini juga, kami memperkenalkan pentingnya pangan lokal bagi anak, porsi makanan sehat dan tanaman obat yang bisa ditanam di pekarangan rumah. Kami sampaikan, bahwa sehat itu murah dan sakit itu mahal. Melalui pendekatan pesan yang dekat dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat, maka kami yakin hal ini akan menjadi daya ungkit efektif untuk membuat pesan ini mudah diterima oleh warga sekitar posyandu.

Usaha ini kami mulai dengan meningkatkan pengetahuan kader melalui konsep pembelajaran inklusif dan kelompok. Dengan bantuan internet, saya mengenalkan berbagai macam model posyandu wisata di berbagai wilayah, misalnya di Bandung, Jawa Barat. Tak hanya sampai di sana, kami juga berselancar di dunia maya, membaca berbagai konsep tentang posyandu wisata. Setelah itu, kami mendiskusikannya secara berkelompok di posyandu. Lalu, saat pulang ke rumah, saya meminta ibu Lusia membuat beberapa rangkuman gagasan pokok serta kebutuhan ke depan untuk posyandu wisata untuk kita diskusikan bersama aparat terkait melalui teknologi percakapan di dunia maya, misalnya di group perangkat desa, agar hal tersebut menjadi perhatian pemerintah setempat dan mendapat dukungan dana desa.

sumber: dokumentsi pribadi


Saya sampaikan pada ibu Lusia, bahwa membawa hasil diskusi kita ke percakapan digital  yang di dalamnya ada aparat desa terkait sangat penting. Apalagi, sudah saatnya pemerintah mendengar suara dari lapangan untuk kebutuhan perempuan dan anak di bidang kesehatan, sebagai kelompok yang rentan dari berbagai ancaman penyakit yang sebenarnya bisa dicegah di tingkat posyandu.  Tentunya, semua hal ini bisa terwujud dengan dukungan internet yang telah menjangkau banyak daerah dan wilayah di Desa Binusan. Dengan internet, tidak ada lagi sekat antara masyarakat untuk bersuara dan mendapat tanggapan secara langsung.

Selain itu, dengan internet, semua kecanggungan fisik dan biaya transportasi untuk penyampaian aspirasi bisa dipangkas seketika. Hal ini membuat berbagai aspirasi bisa lebih cepat dibahas dan didukung di tingkat pemerintah. Jikalau dulu kita perlu memakai kemeja yang disetrika licin nan rapih dan sepatu yang sudah disemir, serta menyetop angkot ke kantor desa untuk sekedar menemui Kepala Desa yang belum tentu ada di sana, maka saat ini, hal itu sudah tidak berlaku. Kita hanya membutuhkan sebuah telepon selular dan aplikasi percakapan digital serta jaringan internet untuk berkomunikasi langsung dengan aparat desa. Hebatnya lagi, hal ini bisa kita lakukan dari rumah atau di warung kopi. Cukup mengetik lalu mengirimkannya. Maka pesan itu terbang menemui yang dituju sebelum engkau sempat mengedipkan mata.




Seiring dengan makin intensifnya usaha kami melahirkan posyandu wisata, ibu Lusia semakin sering belajar banyak hal baru dan saya juga memintanya untuk training intensif di kantor desa. Saya mulai mempersiapkan ibu Lusia untuk mengikuti lomba penyuluhan Keluarga Berencana tingkat desa untuk selanjutnya mewakili Desa Binusan hingga ke tingkat kecamatan. Bagi ibu Lusia, yang sehari-hari lebih banyak berkebun, memegang  mikropon adalah hal yang luar biasa. Ia sangat canggung. Belum lagi, ketika ia menyadari bahwa di lomba penyuluhan, ia harus berbicara di depan banyak orang, mulai dari Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan KB Kab. Nunukan hingga petugas dan kader-kader posyandu lainnya.

Di saat gugup dan tegang, saya menghampirinya dan berkata bahwa hal ini adalah bagian dari proses belajar, bukan pertarungan lomba yang utama.  Proses ini penting untuk menyiapkannya sebagai kader terbaik bagi Posyandu Wisata Buai Sayang yang kami gagas. Bila beliau berhasil menang di ajang ini, maka itu adalah bonus yang mampu melejitkan pamor Posyandu Wisata Buai Sayang kami. Nampaknya, mantra ini berhasil mengumpulkan kembali keberaniannya yang sempat hilang entah kemana. Dan pada akhirnya, juri lomba mengumumkan bahwa ia keluar menjadi pemenang pertama dalam lomba penyuluhan itu. Dengan demikian, tuntaslah sudah misinya hari itu, membawa nama Posyandu Wisata Buai Sayang untuk dikenal di hadapan berbagai pemangku kepentingan sebagai sebuah posyandu yang memiliki visi dan misi mulia serta berkelanjutan.

Bagi saya sendiri, di titik inilah saya melihat transformasi ibu Lusia yang luar biasa, dari ketua kader posyandu, ibu rumah tangga hingga menjelma kader kesehatan KB berprestasi. Semua pencapaian itu adalah buah dari usaha serta keajaiban internet cepat dan terjangkau dari IndiHome sebagai perahu yang kami tumpangi untuk berselancar tak kenal lelah di dunia maya yang tak berujung itu.

Asa Sehat di Perbatasan

sumber foto : dokumentasi pribadi



Di setiap zaman, perubahan adalah sesuatu yang niscaya. Hanya saja, dengan kehadiran internet, perubahan dapat terjadi bersamaan di banyak tempat. Ide-ide tumbuh dan mekar  di setiap sudut kota ataupun desa, melalaui proses pertukaran gagasan serta kelindan informasi yang dibawa internet ke hadapan kita setiap saat. Keajaiban dunia maya, telah membawa begitu banyak perubahan pada kehidupan, termasuk di bidang kesehatan. Tantangan utama hari ini adalah mengenali potensi internet untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di akar rumput, terutama ibu dan anak-anak , agar Indonesia bisa keluar dari jeratan berbagai masalah kesehatan yang mengerikan.

Harapan pemerintah Indonesia untuk menciptakan Generasi Emas 2045 dan menurunkan prevalensi stunting ke 14 % di tahun 2024 (https://www.presidenri.go.id/siaran-pers/pemerintah-targetkan-angka-prevalensi-stunting-di-bawah-14-persen-pada-2024/) membutuhkan dukungan kuat dari akar rumput termasuk posyandu sebagai basis kesehatan komunitas terpadu dan terdekat yang menjangkau setiap kepala keluarga di wilayah kerjanya. Kita harus mampu mematahkan kutukan stunting yang mengancam perkembangan kesehatan dan potensi pertumbuhan anak-anak Indonesia saat ini. Di bidang kesehatan, saya meyakini, dengan banyaknya praktik baik yang dipertukarkan dan diperkenalkan di internet, maka hal ini menjadi prasyarat mutlak  yang bisa mempercepat terjadinya perubahan – perubahan kecil di komunitas. Bayangkan, betapa dahsyat dampaknya jika hal ini berlangsung massif di banyak tempat di seluruh wilayah nusantara.

Perubahan yang dimotori oleh perasaan simpati dari komunitas merupakan aset penting dalam mengkristalkan perubahan yang berkelanjutan. Hal ini sejalan dengan gagasan dari Professor Anthony Costello , pakar kesehatan global dari University of College London yang termuat dalam bukunya, The Social Edge (2018). Costello, yang telah lama meneliti kekuatan dukungan  komunitas, akses yang mudah dan peningkatan pengetahuan,  berkeyakinan bahwa paduan dari ketiga faktor ini mampu menolong penurunan angka kematian ibu dan bayi yang baru lahir di banyak negara Asia. Formula ini juga bisa diterapkan dalam menguatkan peran posyandu sebagai ciri khas utama dan kearifan lokal kesehatan di Indonesia. Kemajuan posyandu sebagai payung kesehatan  adalah hal yang niscaya untuk mencapai harapan pemerintah,  cita-cita ibu Lusia dan tentu saja,  mimpi kita bersama melihat Indonesia sehat dan kuat di masa depan. Dan dengan internet, maka semua peluang itu bukan lagi kemustahilan untuk digapai.

Salam sehat untuk Indonesia dari perbatasan negara !!!

sumber:dokumentasi pribadi


Referensi :

1.      1.  https://www.presidenri.go.id/siaran-pers/pemerintah-targetkan-angka-prevalensi-stunting-di-bawah-14-persen-pada-2024/

2.      2.  Costello, A. (2018). The Social Edge: The Power of Sympathy Groups for our Health, Wealth and Suistinable Future. Thornwick Publisher. 2018)