Kamis, 20 Maret 2014

#Cerita Umrah 2 : Tetek bengek Dokumen (Passport, Visa, Kartu Kuning Vaksin, dll)

Hah!! Saya cukup stres setiap kali berurusan sama dokumen, apalagi ini dokumen kenegaraan yang akan digunakan untuk perjalanan lintas negara. Setiap kali harus memulai mengurus dokumen, rasanya kaki sangat berat melangkah. Intinya, memang dibutuhkan fokus sejenak buat ngurus tetek bengek berkas dan dokumen yang sungguh panjang jalur birokrasinya itu.

a. Passport

Sudah sejak lama saya sadari kalau paspor saya sudah habis masa berlakunya. Pernah bahkan, saat masuk Malaysia , saya di takut-takutin sama petugas imigrasi Nunukan kalau paspor saya yang waktu itu 6 bulan lagi baru expired, katanya sudah tidak berlaku dan bisa berakibat saya tinggal bermalam di imigrasi Malaysia jika tetap ngotot masuk Malaysia saat itu. Karena pada dasarnya keras kepala, saya ngotot saja dan hasilnya, nggak kenapa-napa tuh. he heheheh.

Tetapi, passport perdana saya itu memang sudah tutup usia setelah 5 tahun ikut melanglang buana bersama saya. Untuk urusan berumrah ini, saya harus mengurus passport baru. Lumayan stress juga dari awal, karena ternyata persyaratan dokumen pengurusan pasport sudah banyak yang berubah. Jika berstatus PNS kayak saya, maka wajib melampirkan dokumen Rekomendasi Atasan, yang mana sebenarnya malaaaaaaaaaaaas banget saya urus karena artinya harus bolak balik kantor sendiri dan Imigrasi, Tapi, karena big boss saya sangat welcome dengan rencana umrah ini, maka saya singkirkan jauh-jauh rasa malas dan ribet yang kerap datang menghantui. 

Awalnya, saya mengira kalau Passport buat umrah sama saja dengan paspor buat ke Amrik dulu. Jadi, saya nggak ngomong sama sekali ke petugas Imigrasi kalau saya mau Umrah. Agak malas aja soalnya saya memang nggak mau gembar gembor dulu. Nah, ternyata langkah diam ini sangat berakibat fatal dan keliru, teman. Setelah passport  jadi lalu saya kirimkan ke travel di Makassar, pihak travel segera mengontak saya menginformasikan kalau nama saya kurang satu suku kata.

Whatttttttttt?????!!!. Kurang suku kata ?? saya nggak ngerti. Nama saya dari sononya memang Nursidah Abdullah sesuai semua dokumen resmi saya kayak akta lahir dan KTP, masak iya harus saya renovasi jadi 3 suku kata, misalnya saya nambahin kata "sastrowardoyo" di belakangnya, biar dikira sodara sama mbak Dian Sastro. Jadinya begini, Nursidah Abdullah Sastrowardoyo. Yah nggak mungkin dong, saya seenaknya ngubah nama.

Tapi, petugas travel menjelaskan kalau untuk masuk ke Arab Saudi itu, ada ketentuan khusus dari Kedutaan Saudi kalau passport harus tiga suku kata. Jadi , saya harus "penambahan nama". Kalau nggak, saya nggak bakalan dapat Visa Umrah. Plek, saya pengen nangis jejeritan seketika. How to deal with this? Bagaimana mungkin saya bisa melakukan penambahan nama, sementara saya di Nunukan, passport ada  di Makassar, dan Passportnya dikeluarkan oleh imigrasi Nunukan. Saya betul-betul blank, seketika lemes membayangkan betapa ribetnya urusan satu suku kata nama akhir ini. Saudi ohhhhh Saudi, kenapa sih harus gitu?.

Terus menerus saya merengek dalam hati. Lalu di tengah gundah gulana, saya telepon sepupu yang pimpinan travel . Barulah ada titik terang ketika dia bilang "Kamu tenang aja adek. Nanti di Makassar diurus sama anggota. Nama akhirnya diambil dari nama kakek, yakni Saban (karena suami sy nggak jadi berangkat maka nama kakeklah yang diambil). Jadinya, Nursidah Abdullah Saban". Akhirnya saya bisa sedikit lega dan perlahan-lahan mendapatkan kejernihan akal kembali.

Demi meyakinkan hati yang masih suka kusut tak karuan pada Kedutaan Saudi yang bikin peraturan ribet, saya berselancar di internet, rupanya kasus saya ini dialami banyak calon jamaah Umrah yang ngurus sendiri passportnya tanpa dampingan travel. Tapi, kebijakan Imigrasi di Indonesia memang membolehkan penambahan nama dilakukan di kota mana saja nggak harus kota tempat psspor kita dirilis, karena ternyata nggak ada proses foto passpor  ulang (sebelumnya saya kira ini ada). Hanya saja, kita perlu mengirimkan via email data data kita kembali pada pengurus travel, misalnya akta lahir dan Ijazah. Biayanya pun Gratis..tis..tis. Saat itu juga, saya bertepuk tangan dan merasa Indonesia sudah lebih baik, seperti klaim SBY (halllaaahhhhhhhh). he he he he.

b. Kartu Kuning Vaksin Internasional ( Maningitis)

Untuk orang yang agak cuek dan emang malas mengurus dokumen, saya memandang sebelah mata proses vaksin ini. Nanti saja di Makassar baru vaksin dekat dekat berangkat. Waktu itu, dari travel diinfokan kalau saya akan berangkat ke Jeddah tanggal 18 Februari 2014. Jadinya, saya memutuskan untuk ke Makassar tanggal 10 Februari buat melengkapi persiapan logistik Umrah, misalnya pakaian Ihram dll.

Rupanya, masalah ke-dua datang lagi setelah persoalan passpor yang cukup menguras emosi jiwa ini selesai. Ceritanya begini,tanggal 2 Februari saya terlibat sebagai panitia MTQ di Nunukan. Kebetulan, sesama panitia ada orang Kementrian Agama RI. Cerita punya cerita rupanya dia baru pulang berumrah 3 hari yang lalu dan saya pun bercerita kalau akan segera berangkat. Dia lalu menceritakan persiapan berangkat misalnya download aplikasi Umrah Salam via Apple Store dll. Nah, tiba-tiba dia nanya "sudah vaksin kah dek?", saya dengan santainya menjawab, "belum, bu. nanti saja di Makassar".

Wajahnya langsung kaget dan agak menegang, dia berujar " waduh, bagaimana VISA Umrah bisa keluar kalau nggak ada kartu vaksin. Kamu harus vaksin sebulan sebelum keberangkatan sayang. !"
Saya seperti disambar petir di siang bolong, kaget luar biasa "hahhhh, kok kata travelku gak papa di MKS saja dekat2 brangkat!"

Duarrrrr, hati saya kembali kacau. Saya pulang ke rumah dan tak sabar menunggu hari Senin datang agar bisa segera vaksin di Kementrian Kesehatan area Kesehatan Pelabuhan Nunukan.

Suami saya samapai bolak balik menasehati agar sabar. kamu harus lebih sabar, itu semua ujian, katanya. Saya marah pada diri sendiri kenapa masih saja memelihara sifat cuek pada administrasi. Saya berjanji, saya nggak boleh setolol ini lagi soal tetek bengek dokumen.

Ketika Senin tiba, pagi-pagi saya sambangin kantor Kemenkes RI buat vaksin. Awalnya saya mengira prosesnya gampang, datang, vaksin, bayar, pulang. Rupanya, nggak semudah itu.
Kita harus mengisi biodata dan melampirkan pas foto, yang saat itu lagi-lagi saya nggak punya pas foto. Hahhh, balik lagi nyari pencucian foto yang buka jam 8 pagi, dan ternyata hasilnya nihil. Saya pulang ke rumah dulu nangis sebentar saking sumpeknya hati ini dan berdoa agar Allah SWT memudahkan prosesnya. Setelah jam bergerak ke pukul 9 pagi, saya mulai lagi mencari tukang cuci foto. Nah, setelah ketemu dan beres nyuci pas fotonya, saya ngacir ke kantor Kemenkes Pelabuhan buat vaksin Maningitis.

Dengan semangat 45 saya menyerahkan semua dokumen buat vaksin, yakni fotokopi halaman depan passpor, fotokopi KTP, biodata diri dan biodata travel Umrah yang dipakai serta pas foto. Di sela-sela petugas vaksinnya  nyiapain berkas, saya nanya " Mas , kok seribet ini dokumen vaksin Maningitisnya. ". masnya menjawab "Iya bu, ini vaksin internasional. Dan Kedutaan Saudi nggak mau ngeluarin Visa kalau nggak ada Kartu Kuning yang artinya ibu sudah vaksin!". Saya menyahut "Ok, Sip".padahal hati saya mau runtuh dengar jawabannya barusan, mengingat jarak vaksin saya dan waktu keberangkatan yang sisa 2 mingguan lagi.

Untuk yang kesekian kalinya saya harus kecele lagi. Awalnya, saya kira, vaksin itu lewat mulut, ternyata disuntik di lengan kiri paling atas. Masalahnya adalah, saat itu saya memakai baju dinas PNS Linmas, yang lingkar ujung lengannya kecil hingga nggak bisa digulung sampai ke ketiak dan saya nggak pakai dalaman kaos oblong. Saya sempat minta petugas vaksin perempuan saja, jadi nggak papa deh saya buka baju kalau petugasnya perempuan juga. Rupanya mereka nggak punya petugas perempuan, yang ada semuanya laki-laki. Eng ing eng, saya nggak mungkin dong buka baju di depan mereka. Jadinya, saya harus ke rumah teman yang kebetulan dekat dari tempat vaksin itu buat minjam baju kaosnya. Huhhhhhhhhhhhhhh, cobaaan , kata Upin.

Saya sempat juga bilang ke petugasnya, "Mas, apa nggak ada vaksin lewat mulut saja, ditetesin gitu. Nggak usah suntik suntikan?". Masnya menjawab dengan guyon "Ih ibu, emangnya Imunisasi Polio ditetesin lewat mulut!" hihiiii, Masnya ada-ada aja deh. Vaksin maningistis rupanya mahal juga, biayanya Rp 350 ribu, berlaku selama 2 tahun, dan minimal seminggu sebelum keberangkatan harus sudah vaksin.

3. VISA

Eniwei, saya nggak tahu banyak soal pengurusan VISA Umrah karena semua di handle travel. Yang saya tahu, Visa Umrah memang harus diajukan lewat travel. Arab Saudi nggak mengizinkan perseorangan mengajukan VISA Umrah, harus melalui travel. Ya terserah lah yah, yang penting Kedutaan Saudi Arabia mau mengeluarkan VISA Umrah buat saya. VISA UMRAH berlaku selama 30 hari jadi sebenarnya jamaah Umrah bisa tinggal di Saudi selama 30 hari. Biaya Visa Umrah saya nggak tahu karena semua sudah include dalam harga paket Umrah yang saya bayarkan.

Nah, cukup deh buat cerita berkas ini. Sudah punya gambaran ttg apa saja kelengkapan dokumen buat ber Umrah. jangan mau salah-salah kayak saya yah, Pemirsah!!!

Untuk cerita perjalanan umrah ke Part 3 yuk....





Tidak ada komentar:

Posting Komentar