*tulisan ini sebagai bagaian support untuk AIMI (Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia), khususnya AIMI Sul-Sel*
International Women's Day 2014 Theme: INSPIRING CHANGE
"Women's equality has made positive
gains but the world is still unequal. International Women's Day
celebrates the social, political and economic achievements
of women while focusing world attention on areas requiring further
action."
Waktu telah melaju jauh, dunia telah memperingati Hari
Perempuan International sejak tahun 1911. Setiap tahun perayaan tema diusung
berganti-ganti, tentunya untuk merespon kebutuhan perempuan secara global.
Tahun ini PBB, melalui UN Women merilis tema "Equality for Women is Progress for All".
Saya sepakat, inilah tuntutan perempuan saat ini. Seperti paragraph
pembuka di atas, bahwa kesetaraan perempuan memang telah berdampak
positif pada banyak situasi, hanya saja dunia ini belum sepenuhnya
SETARA. Tidak percaya ?. Entah pembaca yang budiman laki-laki atau
perempuan, maka mari kita melihat fakta - fakta kecil nan sederhanan di
lingkaran kehidupan kita sehari-hari. Selebihnya, anda boleh
berkesimpulan sendiri.
“Equality for women is progress for all”.
“Equality for women is progress for all”.
“Equality for women is progress for all”.
Dunia boleh bergembira, namun perempuan Indonesia tak sepenuhnya larut dalam eforia
perayaan hak hak keseteraan gender. Dunia boleh saja melesat cepat dengan
slogan pembangunan dan modernitas yang semakin tumbuh di mana-mana, namun hak –
hak perempuan dan kebutuhan perempuan dalam pembangunan belum sepenuhnya
mewujud. Yah, dunia memang boleh semakin kompleks, hanya saja hak perempuan
dalam kompleksitas pembangunan sepertinya diabaikan oleh penyelenggara
pembangunan, baik negara maupun pihak
swasta. Dan parahnya, lelaki lelaki di sekeliling kita, entah itu suami,
dosen, insinyur, arsitektur, hingga kepala daerah banyak yang diam-diam
saja, seolah tak terjadi apa-apa.
Yang paling menyedihkan, bahwa pemenuhan hak perempuan dalam
pembangunan selalu disinggungkan dengan tautan politik, kuota 30 % atau
jabatan
publik. Apalagi di tahun politik ini, fokus media dan banyak diskusi
warung kopi hanya pada kuantitas dan mungkin juga kualitas caleg
pemenuhan untuk partai politik. Apakah mereka lupa, bahwa tak semua
perempuan terjun berpolitik sebagai caleg, sehingga perempuan terlupakan
ini bahakan tak pernah didiskusikan kebutuhan-kebutuhannya. Padahal,
kami perempuan biasa yang tidak berpolitik dan bukan pejabat
publik juga punya hak kesetaraan gender. Kami perempuan biasa non karir
politik juga menuntut hak keadilan gender. Sama seperti caleg-caleg
perempuan itu.
Sederhana sekali,
kami butuh penyelenggara pembangunan melayani hak reproduksi kami
sepenuhnya, tanpa pengecualian dan setengah hati. Kami butuh bukan saja
mall
atau jejeran tempat belanja, namun kami butuh mall mall yang ada itu
menyediakan Ruang Ibu dan Bayi , semacam ruangan untuk mengganti popok
bayi, menyusi, aatau melepas penat setelah menggendong bayi seharian
berbelanja kebutuhan rumah tangga.
Sering sekali, kami kaum perempuan yang jumlahnya mayoritas di
Indonesia, harus rela menggadaikan payudara menjadi tontonan umum karena
kami harus menyusi. Hal itu sungguh merepotkan
dan memalukan , karena tak jarang kami harus tarik menarik kain tutupan
payudara dengan bayi sendiri. Ironis sekali, karena teori memberi ASI di
semua
penjuru dunia dan literatur berbunyi bawa kondisi psikologis ibu saat
menyusui
bayi sangat berpengaruh dalam perkembangan emosional, intelektualitas,
bahkan
kesehatan bayi. Bagaimana bisa memberi ASI yang baik di tengah rasa
kikuk dan tergesa-gesa serta udara yang tercampur asap rokok seperti
kebanyakan ruang [ublik di sekitar kita?.
Rasanya sulit sekali di Indonesia ini, termasuk kota besar
untuk menemukan fasilitas publik yang
dikelola negara yang memiliki Ruang Ibu dan Bayi. Sejauh pengamatan saya, hanya
ada satu tempat di pusat permainan terbesar di Makassar yang menyediakan.
Namun, di ruang publik dan fasilitas umum hampir tidak ada. Lihat saja di
Bandara Internasional Hasanuddin dan Pelabuhan Sukarno Hatta, jikapun ada maka
ruangan ini kecil dan terpencil, dalam artian berada pada satu pojokan yang
sulit ditemukan secara cepat. Padahal, Melalui amanat Inpres No 9 Tahun 2000
tentang Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional, pemerintah Indonesia
telah menempatkan isu Gender sebagai isu strategis dalam penyelenggaraan
negara, termasuk pembangunan.
Apresiasi pemerintah ini tentulah terkait dengan besarnya gelombang
wacana dunia tentang keadilan gender untuk segera diaplikasikan di negara
berkembang. Tak bisa dipungkiri bahwa perempuan kini boleh bernafas lega.
Negara telah memberikan banyak fasilitas non fisik buat perempuan, baik dalam jaminan
kesehatan khususnya persalinan juga bantuan kredit usaha kecil yang bisa diakses perempuan dengan usaha rumahan.
Negara memang telah mengambil
banyak langkah maju, tapi sekaligus tertinggal banyak dengan negara lain
di
kawasan Asia. Jadi betul sekali, jika Indoneksia itu adalah negara yang
sangat paradoksal, di satu sisi sangat maju dari sisi gaya hidup, di
sisi lain sangat tertinggal dari syarat kualitas gaya hidup yang sehat.
Jika anda pernah berkunjung ke China, tepatnya di Beijing, maka
anda akan kaget serupa halnya dengan saya, karena di sana, pengelola bandara
telah menyediakan Ruang Ibu dan Bayi yang sagat lapang dan mudah anda di temui
didekat counter check-in. Ruangan ini sangat membantu mereka yang mereka yang melakukan perjalanan bersama bayi
(travel with baby), anak, dan lanjut usia (lansia).
Saya tak perlu pula
menuturkan lebih jauh, bahwa tetangga kita yang paling dekat, Singapura,
di
Changi International Airport , Nursing room mereka bahkan terkesan
sangat
nyaman dan bersih. Pernah suatu waktu, saya melakukan jalan-jalan di
bandara ini hanya untuk mengintip ruang Ibu dan Anak mereka.
Di Changi airport, Ruang Ibu dan bayi (BabyCare Room)
tersedia di 3 Terminal dengan jumlah lebih dari 10 ruangan. Sebagai tambahan, Changi juga menyediakan Taman Kupu-Kupu - Butterfly Botanical Garden- di dalam airport bagi mereka yang melakukan
perjalanan bersama anak-anak. Dalam obrolan singkat saya dengan petugas
bandara, mereka mengatakan semua fasilitas ini ada karena mereka mengerti
betapa melelahkan bagi seorang ibu atau ayah yang melakukan perjalanan dengan
anak dan bayi mereka. Stress bukan saja bisa dialamai oleh orang tua bhakan
juga oleh anak dan bayi, karena itu kami mengerti bahwa kami di sini ada untuk
melayani anda semuanya.
Butterfly Garden di Terminal 3 Changi Airport, Singapura. Foto dari http://www.changiairport.com/at-changi/leisure-indulgences/nature-trail |
Mari berbalik arah lembali pada negeri tercinta ini. Relasi
gender yang timpang dalam pembangunan terlihat jelas di fasilitas publik di
Indonesia. Adalah sebuah keniscayaan, jika pembangunan melalaikan relasi yang adil antara porsi
perempuan dan laki laki dalam pembangunan, maka efektifitas dan fungsi
pembangunan akan terhambat.
Lalu, mana suara kita? Apa tuntutan kita?. Barangkali, bait penutup ini
bisa menjelaskan suara hati saya sebagai bagaian dari warga negara yang
acapkali tergadai hak reproduksinya.
"Pemberdayaan perempuan adalah gelombang yang harus bergerak dari bawah dan berakar pada kebutuhan perempuan sendiri. Jika konteksnya adalah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat, maka variasi kegiatan akan sangat beragam dan itu sebuah hal yang sangat baik, misalnya Pemerintah Provinsi mewajibkan setiap Kabupaten memiliki Rumah sakit Ibu dan Anak, memiliki ruang menyusui (laktasi) dengan kondisi yang sehat, bersih, nyaman dan layak pada terminal, bandara atau fasilitas publiknya. Bayangkan saja, banyaknya kemudahan yang akan dialami oleh perempuan khususnya ibu dan bayi.
Akhir kata, kebijakan – kebijakan sederhana namun konsisten dilaksanakan adalah hal yang bisa mempercepat peningkatan kualitas hidup perempuan.
Bukankah dikatakan bahwa negara akan kuat jika perempuannya kuat. Ingat, di tangan perempuanlah pendidikan karakter anak bangsa dimulai. Barangkali karena itu, sejarah menyebut Indonesia sebagai ibu pertiwi."
*penulis adalah fans garis keras AIMI SULSEL, dan Indonesia tentu saja serta telah pensiun dari Ibu Menyusui setelah 4 tahun ( 2 kali untuk 2 putra) merasakan kesusahan menyususi di banyak tempat.*
Tidak ada komentar:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar