sumber : dokumentasi pribadi |
Ini kisah
tentang seorang perempuan biasa dari ujung beranda negeri. Kisah kecil yang menjadi jalan cahaya bagi banyak orang. Remahan
kisah ini terus hidup dan bersarang di hati mereka yang tahu rasanya hidup
dalam keterbatasan, namun tetap setia membangun jaring-jaring harapan, khususnya
kesehatan keluarga dan tetangga dekat mereka. Yah, kisah ini adalah kisah kader
kesehatan yang bertarung di laju zaman digital.
Namanya Ibu Lusia. Seorang perempuan yang setia menjadi kader kesehatan selama satu dekade lebih. Sehari-hari, dia hidup dengan berkebun buah cempedak, bersama suami dan lima orang anaknya. Ibu Lusia, adalah wujud Kartini masa kini. Dia mewakili sisi Kartini yang berdaya dan berjuang bagi perubahan yang lebih baik untuk anak manusia. Dengan bekal tekad besar, semangat baja dan dua tungkai kaki, ibu Lusia menebas semak belukar jalan terjal perjuangan mengangkat derajat kesehatan bayi, balita dan kaum perempuan di desanya. Ia tidak sekolah tinggi, hanya mampu menyelesaikan Sekolah Dasar. Namun ia tekun belajar dan memiliki rasa ingin tahu yang besar. Ia terus memupuk kesadaran akan pentingnya wawasan baru untuk membawa Posyandu yang dipimpinnya tumbuh menjadi muara kebaikan bagi luapan aliran harapan sehat masyarakat. Ia yang tulus, tak pernah mundur untuk berlatih. Dan hebatnya, ia selalu membuka diri, bahwa usia dan keterbatasan bukanlah halangan untuk terus belajar.
Ia adalah
pejuang akar rumput kesehatan bagi ibu dan anak. Setiap bulan, ia memimpin pelayanan
posyandu di desanya. Namanya, Posyandu Buai Sayang. Sesuai nama posyandu itu,
Ibu Lusia dan kawan-kawan kader lainnya berharap bahwa posyandu itu menjadi
mercusuar kasih sayang bagi setiap anak, ibu dan keluarga di desa mereka.
Batas- Batas
Yang Ditebas Internet
Konon katanya, di
era digital hanya internetlah yang mampu melampaui kecepatan cahaya. Bagi kami
di Nunukan, Kalimantan Utara, hal ini benar adanya. Internet lebih setia menyapa
dibanding cahaya listrik yang masih mati menyala berkala. Hebatnya lagi,
internet begitu mudah merangkul berbagai pengguna dengan berbagai kalangan. Tak
terkecuali ibu Lusia. Seorang ibu paruh baya, yang menjelang usia 40-an.
Bermodal telepon selular pintar yang biasa saja, ia menikmati jangkauan internet
IndiHome tanpa batas, yang disediakan oleh Telkom Indonesia sebagi
satu-satunya jaringan internetnya Indonesia yang tercepat dan tersedia
gratis di kantor desa.
Dari beranda
negeri, internetnya Indonesia hadir menemani untuk bertumbuh setiap hari. Tapi tidak berhenti di
sana, manfaat internet telah menjadi sumbu yang menyalakan api perubahan
dengan setia. Dengan internet baiknya Indonesia, kami menyemai cita-cita
bersama, membawa misi besar bagi Posyandu kecil ini, dari posyandu biasa
menjadi sebuah posyandu wisata. Istilah canggihnya, kami melakukan transformasi
kesehatan yang ditopang internetnya Indonesia, sebagai penyedia buku
gital dan sumber pengetahuan yang tidak berbatas. Tentu saja, dengan keajaiban
internet, sebagai wadah yang menyajikan berbagai informasi di ranah digital,
kami berdua terus berselancar mencari ide-ide Posyandu Wisata yang tersebar di
berbagai daerah di Indonesia. Semua informasi itu nantinya, akan kami ramu sedemikian
rupa untuk menghasilkan rumusan baru kami sendiri, tentang sebuah Posyandu
Wisata yang memanfaatkan potensi lokal, pangan dan wisata desa, untuk menarik lebih
banyak pengunjung ke depannya.
“ Belajar itu,
hanya langit batasnya, Bu Lusia. “.
Demikian kataku di
sebuah sore yang mendung di pekarangan Posyandu Buai Sayang, seusai kami
menanam Sereh Merah Wangi di sekitar area posyandu ini di Desa Binusan. Kalimat
ini ia sambut dengan tersenyum, lalu berkata,
“ Siap ibu, ayo kita mulai bergerak bersama.”
Di posyandu inilah kami bertemu dan menautkan
perjalanan perubahan bersama-sama. Saya yang hadir sebagai fasilitator dan
petugas kesehatan Keluarga Berencana (KB) di Posyandu, dibuat terpukau dengan
aliran semangat ibu Lusia dan timnya yakni ibu-ibu kader Posyandu Buai Sayang.
Semangat mereka ini menular dan membuat rasa optimis terus menyala.
Pendekatan konsep
posyandu wisata kami pilih sebagai terobosan karena letak posyandu ini di
sebuah bukit yang indah, yang dikelilingi hijaunya lembah Desa Binusan. Suasana
adem dan hijau ini, kami yakini sebagai modal dasar sekaligus titik utama
pengembangan konsep posyandu wisata untuk warga desa. Di daerah yang banyak dihuni
oleh anak-anak kecil yang terbiasa hidup bersama alam ini, serta banyak orang
tua muda yang pernah merantau sebagai tenaga kerja perkebunan sawit di negeri
tetangga, kami ingin menjadikan posyandu ini ramah dan dekat dengan identitas budaya
masyarakat. Karena itulah, posyandu wisata ini kami perjuangkan dari nol hingga
berkembang pelan-pelan. Kami berkeinginan agar anak-anak kecil bermain di posyandu dengan
nyaman, serta ibu-ibu menjadikan posyandu sebagai rumah yang hangat untuk
berkumpul dan bercerita.
Dengan pendekatan
baru ini, kami percaya, perlahan tapi pasti, jumlah kunjungan akan meningkat
setiap bulannya. Selain itu, masyarakat akan pelan-pelan menjadi sehat karena dengan
berkunjung ke posyandu, maka mereka akan terpapar banyak pesan-pesan kesehatan
dari kader dan petugas. Melalui posyandu wisata, kami ingin membumikan gagasan
bahwa mencegah lebih baik daripada mengobati. Selain itu, kami kenalkan konsep
bahwa hidup sehat itu tak harus mahal, ia bisa kita peroleh dengan mudah dan
murah, yang penting kita paham caranya. Karena itulah, di posyandu wisata ini
juga, kami memperkenalkan pentingnya pangan lokal bagi anak, porsi makanan
sehat dan tanaman obat yang bisa ditanam di pekarangan rumah. Kami sampaikan,
bahwa sehat itu murah dan sakit itu mahal. Melalui pendekatan pesan yang dekat
dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat, maka kami yakin hal ini akan menjadi
daya ungkit efektif untuk membuat pesan ini mudah diterima oleh warga sekitar
posyandu.
Usaha ini kami
mulai dengan meningkatkan pengetahuan kader melalui konsep pembelajaran
inklusif dan kelompok. Dengan bantuan internet, saya mengenalkan berbagai macam
model posyandu wisata di berbagai wilayah, misalnya di Bandung, Jawa Barat. Tak
hanya sampai di sana, kami juga berselancar di dunia maya, membaca berbagai
konsep tentang posyandu wisata. Setelah itu, kami mendiskusikannya secara
berkelompok di posyandu. Lalu, saat pulang ke rumah, saya meminta ibu Lusia
membuat beberapa rangkuman gagasan pokok serta kebutuhan ke depan untuk
posyandu wisata untuk kita diskusikan bersama aparat terkait melalui teknologi
percakapan di dunia maya, misalnya di group perangkat desa, agar hal tersebut
menjadi perhatian pemerintah setempat dan mendapat dukungan dana desa.
sumber: dokumentsi pribadi |
Saya sampaikan
pada ibu Lusia, bahwa membawa hasil diskusi kita ke percakapan digital yang di dalamnya ada aparat desa terkait sangat
penting. Apalagi, sudah saatnya pemerintah mendengar suara dari lapangan untuk kebutuhan
perempuan dan anak di bidang kesehatan, sebagai kelompok yang rentan dari
berbagai ancaman penyakit yang sebenarnya bisa dicegah di tingkat posyandu. Tentunya, semua hal ini bisa terwujud dengan
dukungan internet yang telah menjangkau banyak daerah dan wilayah di Desa
Binusan. Dengan internet, tidak ada lagi sekat antara masyarakat untuk bersuara
dan mendapat tanggapan secara langsung.
Selain itu,
dengan internet, semua kecanggungan fisik dan biaya transportasi untuk
penyampaian aspirasi bisa dipangkas seketika. Hal ini membuat berbagai aspirasi
bisa lebih cepat dibahas dan didukung di tingkat pemerintah. Jikalau dulu kita perlu
memakai kemeja yang disetrika licin nan rapih dan sepatu yang sudah disemir,
serta menyetop angkot ke kantor desa untuk sekedar menemui Kepala Desa yang belum
tentu ada di sana, maka saat ini, hal itu sudah tidak berlaku. Kita hanya
membutuhkan sebuah telepon selular dan aplikasi percakapan digital serta
jaringan internet untuk berkomunikasi langsung dengan aparat desa. Hebatnya
lagi, hal ini bisa kita lakukan dari rumah atau di warung kopi. Cukup mengetik
lalu mengirimkannya. Maka pesan itu terbang menemui yang dituju sebelum engkau
sempat mengedipkan mata.
Seiring dengan
makin intensifnya usaha kami melahirkan posyandu wisata, ibu Lusia semakin
sering belajar banyak hal baru dan saya juga memintanya untuk training intensif
di kantor desa. Saya mulai mempersiapkan ibu Lusia untuk mengikuti lomba
penyuluhan Keluarga Berencana tingkat desa untuk selanjutnya mewakili Desa
Binusan hingga ke tingkat kecamatan. Bagi ibu Lusia, yang sehari-hari lebih
banyak berkebun, memegang mikropon
adalah hal yang luar biasa. Ia sangat canggung. Belum lagi, ketika ia menyadari
bahwa di lomba penyuluhan, ia harus berbicara di depan banyak orang, mulai dari
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan KB Kab. Nunukan hingga petugas dan
kader-kader posyandu lainnya.
Di saat gugup
dan tegang, saya menghampirinya dan berkata bahwa hal ini adalah bagian dari
proses belajar, bukan pertarungan lomba yang utama. Proses ini penting untuk menyiapkannya sebagai
kader terbaik bagi Posyandu Wisata Buai Sayang yang kami gagas. Bila beliau
berhasil menang di ajang ini, maka itu adalah bonus yang mampu melejitkan pamor
Posyandu Wisata Buai Sayang kami. Nampaknya, mantra ini berhasil mengumpulkan
kembali keberaniannya yang sempat hilang entah kemana. Dan pada akhirnya, juri
lomba mengumumkan bahwa ia keluar menjadi pemenang pertama dalam lomba
penyuluhan itu. Dengan demikian, tuntaslah sudah misinya hari itu, membawa nama
Posyandu Wisata Buai Sayang untuk dikenal di hadapan berbagai pemangku
kepentingan sebagai sebuah posyandu yang memiliki visi dan misi mulia serta
berkelanjutan.
Bagi saya sendiri,
di titik inilah saya melihat transformasi ibu Lusia yang luar biasa, dari ketua
kader posyandu, ibu rumah tangga hingga menjelma kader kesehatan KB
berprestasi. Semua pencapaian itu adalah buah dari usaha serta keajaiban
internet cepat dan terjangkau dari IndiHome sebagai perahu yang kami
tumpangi untuk berselancar tak kenal lelah di dunia maya yang tak berujung itu.
Asa Sehat di
Perbatasan
sumber foto : dokumentasi pribadi |
Di setiap zaman,
perubahan adalah sesuatu yang niscaya. Hanya saja, dengan kehadiran internet,
perubahan dapat terjadi bersamaan di banyak tempat. Ide-ide tumbuh dan mekar di setiap sudut kota ataupun desa, melalaui
proses pertukaran gagasan serta kelindan informasi yang dibawa internet ke
hadapan kita setiap saat. Keajaiban dunia maya, telah membawa begitu banyak
perubahan pada kehidupan, termasuk di bidang kesehatan. Tantangan utama hari
ini adalah mengenali potensi internet untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat di akar rumput, terutama ibu dan anak-anak , agar Indonesia bisa
keluar dari jeratan berbagai masalah kesehatan yang mengerikan.
Harapan pemerintah
Indonesia untuk menciptakan Generasi Emas 2045 dan menurunkan prevalensi
stunting ke 14 % di tahun 2024 (https://www.presidenri.go.id/siaran-pers/pemerintah-targetkan-angka-prevalensi-stunting-di-bawah-14-persen-pada-2024/)
membutuhkan dukungan kuat dari akar rumput termasuk posyandu sebagai basis
kesehatan komunitas terpadu dan terdekat yang menjangkau setiap kepala keluarga
di wilayah kerjanya. Kita harus mampu mematahkan kutukan stunting yang
mengancam perkembangan kesehatan dan potensi pertumbuhan anak-anak Indonesia saat
ini. Di bidang kesehatan, saya meyakini, dengan banyaknya praktik baik yang
dipertukarkan dan diperkenalkan di internet, maka hal ini menjadi prasyarat
mutlak yang bisa mempercepat terjadinya
perubahan – perubahan kecil di komunitas. Bayangkan, betapa dahsyat dampaknya
jika hal ini berlangsung massif di banyak tempat di seluruh wilayah nusantara.
Perubahan yang
dimotori oleh perasaan simpati dari komunitas merupakan aset penting dalam
mengkristalkan perubahan yang berkelanjutan. Hal ini sejalan dengan gagasan
dari Professor Anthony Costello , pakar kesehatan global dari University of
College London yang termuat dalam bukunya, The Social Edge (2018). Costello, yang
telah lama meneliti kekuatan dukungan komunitas, akses yang mudah dan peningkatan
pengetahuan, berkeyakinan bahwa paduan
dari ketiga faktor ini mampu menolong penurunan angka kematian ibu dan bayi
yang baru lahir di banyak negara Asia. Formula ini juga bisa diterapkan dalam menguatkan
peran posyandu sebagai ciri khas utama dan kearifan lokal kesehatan di Indonesia.
Kemajuan posyandu sebagai payung kesehatan adalah hal yang niscaya untuk mencapai harapan
pemerintah, cita-cita ibu Lusia dan tentu
saja, mimpi kita bersama melihat
Indonesia sehat dan kuat di masa depan. Dan dengan internet, maka semua peluang
itu bukan lagi kemustahilan untuk digapai.
Salam sehat
untuk Indonesia dari perbatasan negara !!!
sumber:dokumentasi pribadi |
Referensi :
2. 2. Costello, A. (2018). The Social Edge: The Power of Sympathy
Groups for our Health, Wealth and Suistinable Future. Thornwick Publisher.
2018)